Wednesday, 9 January 2013

Pentingnya Menghargai Sebuah Proses


Barusan saya melihat sepenggal potongan acara Masterchef Indonesia di situs You Tube. Dalam hati saya berkata, “Wah sepertinya menarik nih!” Terbayang dalam pikiran saya tentang masakan Indonesia yang sudah terkenal akan kelezatannya dan juga kaya akan bumbu-bumbu. “Hmmm yummm…” Tetapi tiba-tiba saya mendadak menjadi hilang simpati dan geram ketika pada saat salah satu dari anggota juri mengatakan “Saya sangat suka sekali dengan kuenya. Sensasional. Tapi, BUANG SAUSNYA.” Kemudian dilanjutkan dengan adegan sendok dibanting ke dalam mangkuk/wadah saus tersebut. Kemudian di episode lainnya saya menyaksikan salah seorang anggota dewan juri mengatakan “Masakan kamu itu sampah!“, sambil menyingkirkan hidangan dengan tidak hormat, ketika menilai hasil masakan dari salah seorang peserta. Dalam hati saya langsung berkata “what the f*ck!?” Sombong sekali orang itu?

Saya kemudian membandingkan acara Masterchef Indonesia dengan Masterchef Australia. Selama saya menonton acara Masterchef Australia, tidak pernah sekalipun saya melihat kesombongan anggota dewan jurinya dalam menilai masakan dari para peserta. Mereka terus-menerus memberikan apresiasi dan dorongan terhadap masakan yang disajikan oleh peserta lomba. Sampai-sampai saya yang hanya menonton bingung, tidak dapat menebak siapa yang sesungguhnya akan menang. Semua peserta yang ikut pun juga tampak tegang dan optimis bahwa dirinya lah yang memiliki masakan terbaik.

Melihat dari perbandingan kedua acara yang konsepnya diadopsi dari acara “MasterChef” yang berasal dari Inggris tersebut, saya menyimpulkan bahwa penghargaan terhadap suatu HASIL KERJA KERAS seseorang belum begitu dihargai di Indonesia dan juga sebagian besar orang di Indonesia sangat suka sekali mempermalukan dan mengolok-olok orang lain di depan umum.

Saya jadi teringat semasa SD/SMP/SMA dulu. Guru-guru dan orang tua saya hanya melihat hasil sekolah saya dari angka-angka yang tertera di dalam suatu buku yang bernama RAPOR. Jika ada angka yang kurang memuaskan, mereka biasanya menilai kalau saya ini malas, kurang berusaha, tidak maksimal dalam belajar. Sebagai seorang murid dan juga seorang anak, saya hanya bisa pasrah dan diam saja menerima “ceramah” dari mereka. Meskipun hati ini menolak. Apakah mereka tidak sadar berapa mata pelajaran dalam 1 caturwulan (cawu) yang harus dipelajari? Apakah mereka lupa kalau kami-kami ini (murid) berada di sekolah dari pagi sampai lewat waktu Dzuhur (7.00 AM - 1.00 PM). Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan extrakurikuler lainnya seperti les ini, kursus itu lah. Belum lagi bimbingan belajar yang harus diikuti di sore harinya (3.00 PM - 5.00 PM). Ditambah lagi pada malam harinya harus mengerjakan PR dan menyiapkan buku-buku pelajaran buat esok harinya.

Budaya seperti ini sepertinya bukan saja merambah di dunia pendidikan saja, tetapi juga hampir di semua sektor. Di kantor misalnya, kita sering kali lupa bahwa karena jasa para “Office Boy” dan “Cleaning Service” lah lantai kantor kita menjadi bersih dan wangi. Meja-meja kita menjadi bebas debu. Segelas kopi maupun teh manis sudah terhidang di meja kita sebelum kita datang. Kemudian lagi di lingkungan masyarakat, kita seolah lupa terhadap jasa para tukang sampah yang mengangkut sampah rumah kita setiap hari, jasa pembantu kita yang mengerjakan hal-hal rumah tangga dari menyapu, menyetrika, mencuci, memasak, dan menyiapkan sarapan untuk kita di pagi hari.

Tetapi kita jarang memberikan apresiasi kepada mereka. Keberadaan mereka seolah tidak begitu penting dalam keseharian kita. Kemudian pula mengenai budaya mempermalukan orang di depan umum (atau dikenal dengan istilah “bullying“) begitu kental hampir di semua instansi di Indonesia. Pengalaman saya sewaktu SMA dulu ketika memberikan suatu presentasi di depan kelas, jika saya melakukan suatu hal konyol atau kesalahan kecil langsung seisi kelas mentertawakan saya. Guru pun juga demikian, malahan ada seorang guru yang senang sekali memperlihatkan kebodohan muridnya di depan kelas dengan memberikan soal-soal yang sulit untuk dijawab kepada murid yang lemah terhadap pelajaran tersebut.

Berbeda sekali dengan pengalaman saya ketika kuliah di salah satu politeknik di negeri kanguru ini. Pada saat itu adalah hari untuk pertama kalinya saya presentasi di depan kelas. Perasaan gugup, canggung, dan juga keringat dingin menyergap diri saya. Ditambah lagi presentasi harus dilakukan dengan bahasa Inggris yang bukan merupakan bahasa Ibu saya. Saya pasrah saja jika ditertawakan oleh  teman-teman dari negara lain (mungkin juga oleh gurunya yang bule asli Australia). Tetapi ketika presentasi mulai berjalan beberapa saat, saya menyadari bahwa mereka betul-betu 100% menyimak apa yang saya paparkan. Meskipun dengan bahasa Inggris yang masih terbata-bata dan banyak grammar yang salah mereka tidak mentertawakannya. Sadar dengan keadaan demikian, lantas membuat saya menjadi percaya diri karena saya merasa sangat dihargai oleh mereka. Sampai akhirnya presentasi selesai, mereka memberikan applause kepada saya. Betul-betul hal yang sangat langka dan tidak pernah saya jumpai semasa bersekolah di Indonesia.

Hal inilah yang saya kira membuat Indonesia tidak maju-maju. Bagaimana mau maju jika belum memulai saja sudah takut ditertawakan atau dipermalukan di depan banyak orang? Bagaimana mau maju jika suatu proses kerja keras seseorang saja tidak dinilai tetapi yang menentukan semuanya adalah hasil dari kerja keras tersebut? Tidakkah mereka sadar bahwa sebelum menemukan bola lampu, Thomas Alva Edison pernah gagal? sebelum menciptakan mesin kendaraan bermotor yang canggih, Soichiro Honda juga pernah mengalami kegagalan? Bagi kebanyakan orang di Indonesia, proses itu tidaklah penting yang terpenting adalah hasilnya (output). Maka tidaklah heran banyak bertebaran jalan pintas di mana-mana. Nggak peduli itu halal atau haram yang penting berhasil dan tidak gagal. Urusan hukum atau akhirat itu nanti.

Bullying dan kurangnya penghargaan terhadap suatu proses kerja keras seseorang menyebabkan banyak orang-orang di Indonesia menjadi minder dan tidak percaya diri. Inilah penyebab utama yang mematikan kreativitas seseorang. Sudah saatnya kita tidak lagi melihat suatu HASIL AKHIR tetapi lihat juga bagaimana PROSESNYA, karena di dalam suatu PROSES terkandung pembelajaran terhadap suatu hal yang jika terus-menerus disempurnakan maka terciptalah suatu KEBERHASILAN. Jika hal tersebut dilakukan, maka orang akan merasa dihargai. Jika orang telah merasa dihargai maka mereka dapat berkreasi dan menjadi kreatif. Jika Indonesia menjadi kreatif, maka in sya’Allah kita akan menjadi seperti Jepang atau mungkin lebih dari itu. Wallahualam.

http://filsafat.kompasiana.com/2011/05/18/jangan-lihat-hasil-akhirnya-tetapi-lihat-juga-prosesnya-kritik-untuk-indonesia-364897.html

Sunday, 6 January 2013

BAHAYA BUMBU MIE INSTAN

Bagi penyuka MIE Instan. tolong diperhatikan :
HATI-HATI, Bumbu Mie Instan TIDAK BOLEH DIMASAK !!!

PERINGATAN BAGI KITA SEMUA BAHWA MIE INSTANT TIDAK BOLEH DIMASAK BERSAMAAN DENGAN BUMBUNYA, KARENA MSG (MONO SODIUM GLUTAMAT) BILA DIMASAK DI ATAS 120C AKAN BERPOTENSI MENJADI KARSINOGEN, PENCETUS KANKER.

PERHATIKAN SEMUA KEMASAN MIE INSTAN, KEBANYAKAN PROSEDURNYA MASAK MIE DULU BARU DITABURI BUMBU. BUMBU DI TARUH DI MANGKOK DULU. JADI JANGAN PERNAH MASAK MIE BESERTA BUMBUNYA!

BAHAYA !!!

Tolong dapat diteruskan ke orang-orang yang suka makan MIE.
Dan dari hasil penelitian :

Mengkonsumsi mie instant 4 hari berturut-turut berpotensi kanker, mioma, kista atau amandel sebesar 75%.

Jika anda tidak percaya, cobalah ambil kuah/bumbu mie instant lalu taburkan ke atas pot yang berisi bunga/tumbuhan. Beberapa hari kemudian tumbuhan tersebut akan layu/mati.

Berlaku dalam ukuran (1:1).

Sayangi keluarga Aanda... Jauhi darr penyakit.

Masih banyak zat kimia yang tidak sengaja masuk di dalam tubuh lewwt makanan sepertt :

Nasi non organik, bakso, tahu dan tempe kedelai non organik, ayam potong dll.

Untuk mengeluarkan semua racun tersebut minumlah minyak ikan salmon alaska, plak di aliran darah hilang dan anda akan sehat kembali, buktikan sendiri yaa...

Penting bagi wanita !!!

Tidak disarankan makan bayam dan tahu bersamaan, karena jika digabungkan akan membentuk senyawa yang bisa mengakibatkan terbentuknya batu/kista dalam tubuh.

(Hasil penelitian Prof. Dr. Asbudi, SPOG)

Jangan makan timun saat haid karena bisa menyebabkan darah haid tersisa di dinding rahim, setelah 5-10 hari dapat sebabkan KISTA dan KANKER RAHIM.

Alangkah baiknya bila info ini disebarkan ke banyak wanita sebagai tanda kepedulian kita terhadap sesama.

Mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Saturday, 5 January 2013

Tak Selamanya Diskon Menguntungkan


Saat ini tak hanya pakaian atau buku saja yang sering ada diskon, gadget dan barang elektronik seperti laptop pun tidak ketinggalan.
Memanfaatkan tingginya animo masyarakat terhadap barang-barang tersebut, ternyata dimanfaatkan beberapa oknum pedagang nakal untuk meraup keuntungan yang besar lewat minimnya pengetahuan konsumen terhadap sebuah produk.

Akhir tahun lalu saya diajak seorang teman yang berniat membeli sebuah laptop baru untuk anaknya. Berdasarkan informasi dari iklan dalam surat kabar lokal bahwa ada sebuah toko komputer sedang cuci gudang. Mereka menawarkan diskon besar-besaran laptop berbagai merek. Sebuah laptop 14′ merek terkenal dibandrol hampir setengah dari harga resmi. Wah, siapa yang tidak tergiur dengan promo seperti itu.
Di toko komputer sederhana itu memang benar banyak dipajang berbagai laptop lengkap dengan label harga yang menurut saya sungguh miring. Teman saya memilih sebuah laptop incarannya kemudian meneliti secara detail fisik laptop tadi. Si penjual menjelaskan keunggulan produknya itu. Teman saya hanya manggut-manggut saja. Ketika teman saya bertanya apakah laptop tersebut benar-benar asli dan baru, si penjual mengiyakan sambil menyalakanya. Semua tampak normal. Terakhir teman saya menanyakan soal garansi. Penjual tersebut memberi jaminan spare-part dan service selama 1 tahun di toko itu saja. Artinya bila ada kerusakan laptop tersebut hanya bisa diperbaiki oleh toko itu saja.
Ia beralasan bahwa produk tersebut sudah tidak diproduksi lagi. Namanya saja cuci gudang, jadi memang mau menghabiskan stok lama. Teman saya tetap manggut-manggut saja.Tak lama berselang ia mengajak saya pulang tanpa terjadi transaksi.

Di dalam kendaraan teman saya memberi penjelasan kenapa ia mengurungkan niat membeli laptop yang harganya begitu murah. Ternyata ia curiga laptop tersebut adalah barang rekondisi.
Barang rekondisi memang harganya bisa jauh lebih murah. Bayangkan selisihnya bisa sampai 40-50 persen dari harga asli.  Produk yang sering direkondisikan adalah gadget seperti handphone dan BB.  Tetapi sekarang laptop pun sudah banyak yang rekondisi akibat tingginya permintaan masyarakat terhadap barang tersebut. Barang rekondisi secara kasat mata susah dibedakan dengan produk aslinya. Tetapi jika lebih teliti maka akan tampak perbedaannya seperti tidak ada stiker hologram, cetakan buku manual yang kasar, batere bukan asli dari pabrik. Barang rekondisi biasanya tidak menyertakan kartu garansi resmi, yang ada hanya garansi toko saja. Biasanya serial number yang terdapat di badan laptop berbeda, atau malah tidak tertera pada kotaknya.
Barang rekondisi hakekatnya adalah barang bekas yang rusak lalu diperbaiki dengan mengganti komponen yang rusak dengan yang baru. Dan biasanya komponen penggantinya itu bukan produk asli. Laptop-laptop bekas itu biasanya didatangkan dari luar negeri yang masuk lewat jalur khusus.

Dalam hal ini calon pembeli harus ekstra teliti. Bukan tidak mungkin laptop rekondisi dibuat sedemikian rapi sehingga sukar bagi orang awam membedakan mana produk asli mana yang rekondisi. Untuk menyiasati hal ini dianjurkan untuk mengajak orang yang mengerti betul mengenai laptop. Ketika berhadapan dengan penjual Jangan malu untuk bertanya secara detail spesifikasi laptop tersebut. Tampilan luar produk yang mulus bukan jaminan bahwa produk tersebut seratus persen baru. Kita tidak tahu jeroannya. Jangan-jangan hasil kanibal sana sini. Pastikan pula laptop tersebut memiliki garansi service internasional yang berlaku 1-2 tahun.
Untuk jenis notebook biasanya berlaku 2 tahun sedangkan netbook rata-rata 1 tahun. Bagaimana pun jaminan layanan purna jual yang baik sangat diperlukan mengingat laptop termasuk produk yang rentan kerusakan. Akan lebih bijaksana lagi bila rajin browsing ke situs-situs shopping online untuk cek harga. Perbedaan harga diskon tidak akan selisih jauh dengan harga resminya. Langkah terakhir yang paling aman adalah membeli laptop langsung di agen resmi. Untuk mengetahui agen-agen resmi beserta alamatnya bisa dicari di situs resmi laptop tersebut.
Jangan seperti pengalaman yang menimpa keponakan saya. Saat ini memiliki laptop seperti sudah menjadi keharusan bagi mahasiswa. Selain digunakan mengerjakan tugas kuliah, laptop menjadi sarana untuk berinteraksi di media sosial. Maka dibelilah sebuah laptop baru yang sangat murah pada promosi tahun ajaran baru. Tapi malang tak dapat ditolak, laptop yang ia beli pada pertengahan tahun itu, awal Desember lalu monitornya tiba-tiba suka mati sendiri. Padahal tidak pernah jatuh. Ketika dibawa ke distributor resmi untuk diklaim ternyata garansi tidak berlaku. Selain karena segel resminya tidak ada, SN (serial number) laptop tersebut tidak ada dalam database mereka. Setelah diteliti oleh teknisinya diyakini laptop tersebut barang rekondisi. Pantas saja baru sebulan dipakai, laptopnya sudah panas padahal belum ada setengah jam digunakan. Akhirnya laptop tersebut ia bawa kembali toko dimana dulu ia beli untuk diservice yang sampai sekarang tidak selesai-selesai.
Sekarang siapa yang tidak mau laptop baru dengan setengah dari harga yang ada pasaran? Akan tetapi untuk apa jika apa yang kita beli dengan harga super murah itu cepat rusak. Maksud hati ingin berhemat tapi malah jadi boros karena harus bolak-balik tukang service. Belum lagi ganti spare-part ini dan itu, yang artinya biaya lagi. Pekerjaan dan tugas-tugas kita pun jadi terbengkalai. Memang tidak salah mencari produk berdiskon besar. Bagaimanapun kita harus bijaksana, cari barang yang potongan harganya masuk akal dengan kualitas terjamin. So, Jangan mudah tergiur dengan tawaran diskon yang fantastis jika tidak mau pada akhirnya harus menangis.

http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/01/06/diskon-fantastis-yang-bisa-bikin-menangis-521841.html

Kebiasaan Beriktikad Baik



Dalam keseharian, kita selalu berhadapan dengan berbagai karakter dan sifat yang berbeda-beda dari setiap orang. Ada yang baik, ada yang mengesankan, ada yang sering berpura-pura, ada pula yang selalu meninggalkan citra positif. Semua itu muncul dari penilaian kita setelah berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga kita-dan juga orang lain-bisa saling menilai satu sama lain.

Karena itu, jika kita ingin dinilai baik, maka sudah sepantasnya pula bagi kita untuk selalu menunjukkan iktikad baik. Sebab, dengan memelihara iktikad baik dalam kehidupan keseharian: bertutur kata sopan, mengatakan hal-hal berdasarkan kebenaran, menjunjung tinggi kejujuran, segera meminta maaf saat berbuat kesalahan, dan berbagai sikap positif lainnya, maka kita pun akan menuai kebaikan dari apa yang terpancar pada sikap keseharian.

Mari, selalu utamakan sikap dan sifat positif yang penuh kebaikan. Kita tanamkan agar diri selalu punya iktikad baik di setiap kesempatan. Dengan begitu, setiap waktu, setiap saat, bisa benar-benar kita isi dengan hal penuh manfaat yang membawa keberkahan. 


http://www.andriewongso.com/articles/details/5371/Kebiasaan-Beriktikad-Baik

Kebiasaan Berkompetisi



Sejak dilahirkan, kita sebenarnya sudah menjadi insan yang aktif berkompetisi, dalam berbagai bentuk dan kesempatan. Kita berkompetisi dengan kesibukan orangtua dengan mencoba menarik perhatiannya. Saat mulai sekolah kita berkompetisi dengan teman sekelas untuk menjadi yang terbaik. 

Saat remaja kita berkompetisi dengan teman untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Begitu menginjak masa masuk kerja, kita berkompetisi dengan ribuan bahkan jutaan pelamar kerja. Begitu pula yang menjadi pengusaha, tak pelak pasti harus berkompetisi dengan usaha sejenis lainnya.

Tentu, saat berkompetisi, kita selalu dihadapkan dengan tantangan dan ujian dari kompetitor. Kadang sulit, kadang susah, kadang menyakitkan. Namun sejatinya, justru di sanalah kita sedang digembleng untuk jadi pemenang sejati, yakni bukan menjadi sombong saat berhasil menang, tak menjadi rendah diri ketika mengalami kekalahan.
Biasakan diri kita terus berkompetisi untuk mengeluarkan potensi terbaik yang dimiliki. Jangan berkeluh kesah oleh sulitnya persaingan. Jangan  patah semangat hanya karena kekalahan. Jangan pula berkompetisi dengan cara yang kurang elegan dan tidak menjunjung tinggi etika persaingan.

Mari terus maju sebagai pejuang, untuk berkompetisi dan menjadi pemenang kehidupan!! Salam sukses, luar biasa!
http://www.andriewongso.com/articles/details/5716/Kebiasaan-Berkompetisi

Anak Indonesia jadi Kiper Juventus



Lanjutan Seri A Liga Italia antara Juventus dan Sampdoria akan digelar pada 6 Januari 2013. Bagi pencinta sepakbola di Indonesia, pertandingan itu layak ditunggu, apakah pemuda kelahiran Indonesia, Emil Audero Mulyadi, akan diturunkan pelatih Juventus, Antonio Conte?

Kabar Emil masuk tim utama Juventus sebenarnya sangat mengejutkan. Maklumlah pemuda kelahiran Mataram, Nusa Tenggara Barat itu baru berusia 15 tahun dan saat ini menjadi penjaga gawang tim Juventus U-17. Namun sejak akhir Desember 2012 Conte memanggilnya berlatih bersama dengan tim utama Juventus. Setidaknya ada peluang ia jadi penjaga gawang cadangan Juventus saat menghadapi Sampdoria, lusa.

Prestasi Emil sendiri cukup mentereng. Selain menjadi penjaga gawang utama Juventus U-17 (Juventus Allievi), Emil adalah penjaga gawang utama tim nasional Italia U-16.

Emil lahir dari seorang ibu berkewarganegaraan Italia dan ayahnya WNI asal Mataram, NTB. "Benar, ayah saya orang Indonesia dan saya tinggal di Indonesia sekitar dua tahun lalu," kata Emil seperti dikutip Indonesiatalent.net. Pada tahun 2010 ia memang masih di Indonesia dan pada tahun itu meninggalkan Indonesia untuk menimba ilmu sepakbola di negara asal ibunya. Ia kemudian bergabung dengan satu klub sepakbola di sana.

Selain itu ia juga mencoba mengikuti training session bersama Juventus. Ternyata Juventus tertarik untuk mengontraknya. Akhirnya jadilah ia pemain Juventus Allievi (U17).
 

Pewarta Warga vs Jurnalis Profesional? Kredibilitas adalah Kuncinya!

Saya mendapat pertanyaan menarik dari presenter KompasTV Feby Indirani saat siaran langsung membahas buku yang saya tulis, Citizen Journalism: Pandangan, Pemahaman, dan Pengalaman. Pertanyaan itu lebih dari sekadar menarik kalau tidak mau dikatakan tajam, “Apa yang tersisa bagi jurnalis profesional ketika tulisan/laporan pewarta warga kini sudah semakin menarik dan bermanfaat?” Saya langsung menjawabnya, “Kredibilitas!”

Kredibilitas adalah “sacre” atau suci bagi jurnalis profesional saat ini di saat khalayak pembaca dihadapkan pada berbagai pilihan, termasuk pilihan mereka membaca di blog dan sosial blog seperti Kompasiana. Saya berpendapat, jurnalis profesional perlu memanfaatkan “kelemahan” para pewarta warga yang kadang kadang tergelitik membuat berita “hoax” (palsu), membuat judul bombastis, dan tentu saja menulis berita “seksi” seperti pornografi dan mempertentangkan SARA. Saya katakan, kredibilitas bagi jurnalis profesional adalah “harga mati” selain “sacre” tadi.

Pertanyaan yang menggelitik dalam pikiran saya kemudian dan harus saya jawab sendiri adalah, “Apalagi yang tersisa buat jurnalis profesional ketika para pewarta warga juga sudah semakin kredibel di mana tulisannya dapat dipercaya?” Saya menarik napas dan berusaha berpikir keras. Iya juga, ya?

Saya jawab sendiri — dan ini saya katakan di layar kaca — bahwa warga yang menulis di blog atau di internet tidak serta-merta disebut jurnalis yang ketat dengan etika dan cara-cara peliputan. Untuk itulah, mengapa dalam buku Citizen Journalism itu saya kurang sreg dengan istilah “citizen journalism” khususnya pada kata-kata “journalism” itu. Bagi saya, istilah “citizen reportage” dan pelakunya disebut “citizen reporter” (warga yang melaporkan) adalah lebih tepat dan dapat lebih dipertanggungjawabkan.

Pertanyaannya, mengapa saya tetap menggunakan judul Citizen Journalism di saat saya kurang sreg dengan istilah itu? Jawabannya sederhana, saya tidak ingin mencari-cari istilah baru dari kegiatan warga menulis di online. Pada hampir semua teks print maupun online, istilah “citizen journalism” tetap dipakai. Lagi pula setelah saya cek, belum ada judul; buku dalam bahasa Indonesia yang menyebut eksplisit Citizen Journalism.

Terkait kredibilitas (credibility) tadi, bagi saya baik jurnalis profesional maupun pewarta warga harus sama-sama punya kredibilitas, harus sama-sama bisa dipercaya. Yang saya tekankan, pewarta warga harus menyampaikan kebenaran sementara jurnalis profesional harus selalu menggali fakta dan sekaligus menyampaikan kebenaran. Apakah kemudian akan terjadi persaingan antara pewarta warga dan jurnalis profesional? Bisa saja dan rasa-rasanya itu sudah terjadi. Bagi saya, persaingan akan menjadi baik dan bermanfaat jika diolah dengan kesadaran memberikan informasi yang benar.

Dalam wawancara langsung itu saya berterus-terang, semula Kompasiana diperuntukkan bagi jurnalis Kompas sebagai jurnalis profesional agar menulis blog, sebagaimana yang dilakukan jurnalis The New York Time, yang masing-masing memiliki blog dan blog itu menjadi bagian dari kanal TNYT. Akan tetapi, kultur bagi wartawan profesional di Indonesia tidaklah sama dengan kultur wartawan di Amerika yang tingkat kesadaran akan “personal branding”-nya sudah sedemikian tinggi. Jurnalis TNYT sangat menikmati kedekatan dengan pembacanya yang khusus berupa interaktivitas yang tanpa batas. Dialog konstruktif terjadi antara si jurnalis dengan pembacanya. Pengetahuan dan informasi tambahan, bahkan informasi baru, secara otomatis didapatkannya lewat interaktivitas itu. Mungkin bisa saja berkilah, ‘kan kalau sekadar mendapatan umpan balik (feed back), tidak mutlak harus menjadi blogger qua jurnalis.

Lantas bagaimana dengan interaktivitas antara pewartawa warga dengan para pembacanya? Rasanya mereka sudah jauh lebih dahulu bergerak, jauh lebih matang, dan jauh lebih dewasa karena kultur beronline sudah terbentuk dan mereka jalankan tanpa pernah disadarinya. Mestinya, ini adalah modal dasar sekaligus kelebihan yang dimiliki pewarta warga dibanding jurnalis profesional.


http://media.kompasiana.com/new-media/2012/11/12/pewarta-warga-vs-jurnalis-profesional-kredibilitas-adalah-kuncinya-502552.html

Friday, 4 January 2013

Cara Tampil Percaya Diri Saat Gugup


Rasa gugup dan canggung umum terjadi dalam kehidupan seseorang. Ada kalanya seseorang gugup tapi ia tahu bisa mengatasinya asalkan tampil percaya diri, meski hanya berpura-pura. Ada baiknya percaya diri itu benar-benar dibangun agar bisa menang di segala situasi.

Percaya diri itu berasal dari masa kecil seseorang dan lingkungannya. Dan rasa percaya diri itu bisa berkembang seiring pertumbuhan.

Masing-masing dari kita memiliki sesuatu yang positif yang bisa berkontribusi. Percaya diri merupakan sesuatu yang selalu dibangun dengan menyadari diri sendiri.

Menerima kesalahan seseorang dan berusaha jujur untuk melakukan perubahan, Anda tidak perlu stres pada kesalahan-kesalahan Anda. Sangat penting untuk memahami diri sendiri, serta meletakkan kaki terbaik Anda ke depan.

Berikut cara mendekatkan diri dengan rasa percaya diri ketika sedang gugup seperti dikuti Magforwomen, Jumat (14/12/2012).

1.Lihatkan wajah yang percaya diri

Pada awalnya, ketika menghadapi orang membuat Anda merasa gugup, lihatlah mata orang itu dan menyapa dengan senyum.

2. Berjabat tangan dengan tegas

Jabat tangan yang lemah tidak berbicara dengan baik kepada seseorang.Jika Anda menghindari jabat tangan dengan sesorang yang tidak Anda inginkan, lakukanlah. Tapi, jika Anda berjabat tanga, harus dengan erat.

3. Naikkan dagu

Pertahankan kepala Anda dengan tinggi. Ini tidak berarti bahwa Anda mulai bertindak arogan, tapi itu menunjukkan realisasi nilai Anda sendiri.

4. Senyum ramah

Jangan menahan senyuman Anda. Sebuah senyuman yang menyenangkan akan menunjukkan kepada orang lain kalau Anda memiliki rasa percaya diri dan senyum selalu bisa membantu Anda mendapatkan teman.

5. Menerima dan membalikkan pujian

Ketika seseorang memuji Anda, jangan mencoba untuk menolaknya, terima pujian anggun itu dan kembalikan dengan perasaan.

6. Terlibat dalam percakapan

Cara yang baik untuk menyampaikan kepercayaan diri Anda adalah dengan mengajukan pertanyaan sederhana untuk melibatkan orang lain dalam percakapan. 

Tetap fokus pada aspek positif, dan percakapan rutin dapat mencerminkan rasa percaya diri Anda yang berurusan dengan situasi sekarang.

7. Coba untuk rileks

Ketika Anda menjadi bagian dalam kompetisi dan tekanan yang dihasilkan menyebabkan Anda stres, cobalah untuk rileks dan ingat kegugupan tidak akan memenangkan Anda.

8.Hubungkan dengan lelucon

Jika Anda tahu ada lelucon, hubungkanlah. Ini akan mencerminkan keyakinan batin Anda, kemampuan untuk bersantai dan membuat orang tertawa bersama Anda.

Kalau Bayi Bangun Tengah Malam, Biarkan Saja!


Ketika bayi menangis di tengah malam seorang ibu akan bingung memilih membiarkannya atau buru-buru menghiburnya. Pilihan pertamalah yang sebaiknya dilakukan orangtua, yakni membiarkan bayi menangis.

Cara pengasuhan ini bukan berarti buruk, tapi ini lebih ke arah psikologi.

Memang, bayi bangun nocturnal merupakan kekhawatiran yang paling umum yang dilaporkan orangtua ke dokter anaknya ketika bayi baru lahir. 

Profesor Marsha Weinraub, pakar hubungan dari Temple University di Philadelphia, mengatakan, cara yang terbaik adalah membiarkan bayi menangis karena nantinya bayi bisa menenangkan diri sendiri dan kembali tertidur dengan sendirinya.

Penelitian ini dipublikasikan di Developmental Psychology seperti dikutip Dailymail, Jumat (4/1/2013).

Dalam penelitian itu disebutkan, semua bayi bangun di malam hari. Tapi hanya beberapa yang menangis. Jika orangtua selalu bangun untuk menghibur bayinya yang menangis, orangtua bisa mendorong ketergantungan anak dengan intervensi di tengah malam.

"Jika Anda mengukur mereka saat mereka sedang tidur, semua bayi seperti semua orang dewasa yang bergerak melalui siklus tidur setiap 1,5 sampai 2 jam, mereka bangun dan kemudian kembali tidur," katanya.

"Beberapa dari mereka menangis dan memanggil ketika terbangun dan itu disebut 'tidak tidur sepanjang malam'," jelasnya.

Penelitian ini menanyakan orangtua dari lebih dari 1.200 bayi, untuk melaporkan anak yang terbangun pada 6, 15, 24 dan 36 bulan.

"Saran terbaik adalah menempatkan bayi di kasur dengan waktu yang teratur setiap malam, ini memungkinkan mereka jatuh tertidur dengan sendirinya".

Hasil penelitian itu menemukan dua grup, tukang tidur dan tidur transisi. Saat bayi berusia 6 bulan, 66 persen bayi senang tidur, tidak terbangun, atau terbangun hanya sekali per minggu.

Tapi 33 persen bangun tujuh malam per minggu dalam enam bulan, turun menjadi dua malam saat 15 bulan dan satu malam per minggu pada 24 bulan. Dan bayi yang terbangun sebagian besar adalah anak laki-laki.

Ibu yang bayinya tidak tidur biasanya cenderung yang menyusui dan depresi. Ia menambahkan, hubungan antara ibu yang tertekan dan bayi yang bangun menjadi bidang lain yang bisa dipetik manfaatnya dengan penelitian lebih lanjut. "Keluarga yang menemukan masalah tidur yang bertahan melewati 18 bulan harus meminta saran," tambah Profesor Weinraub.

Selain itu, penting bagi bayi untuk belajar tidur sendiri. "Ketika ibu terbangun di malam hari atau bayinya mempunyai kebiasaan tertidur selama menyusui, maka ia tidak dapat belajar menenangkan diri, ini sangat penting untuk bisa tidur teratur".

Satu teori adalah, ibu yang mengalami depresi pada 6 dan 36 bulan mungkin tertekan selama kehamilan dan depresi prenatal bisa mempengaruhi perkembangan saraf bayi dan tidur terbangun. Tapi yang terpenting menyadari kurang tidur memperburuk depresi ibu.

"Karena ibu dalam penelitian kami menggambarkan bayi yang sering terbangun per minggu menciptakan masalah bagi diri mereka sendiri dan anggota keluarga lainnya".

Cara Mengajarkan Kedewasan ke Anak-anak


Kedewasaan seseorang ditentukan dari pendidikan dan pengalamannya. Tak ada batasan usia agar seseorang menjadi dewasa. Anak-anak juga bisa diajarkan menjadi dewasa sejak dini.

Berikut beberapa cara untuk mengajarkan anak menjadi dewasa seperti dikutip Magforwomen, Jumat (4/1/2013):

1. Minta anak melakukan pekerjaan

Setelah memperhitungkan usianya, Anda bisa meminta anak untuk melakukan pekerjaan dan dibayar. Anda bisa mempekerjakan dan membayar anak Anda untuk tugas rumah. Anak-anak cenderung menyadari nilai uang dan bekerja keras hanya ketika merasakannya langsung.

Pemahaman uang secara langsung terkait dengan tingkat kematangan. Jadi, membiarkan anak Anda bekerja bisa menjadi langkah pertama dalam mengajarkan kedewasan ke anak.

2. Menjaga hubungan keluarga

Anak-anak mencapai kedewasaan sosial ketika melihat orangtuanya mempertahankan kedekatan dengan keluarga dan teman-temannya. Mengajarkan anak bagaimana berhubungan sosial dan memahami nilai keluarga dalam kehidupan bisa menjadi cara pertama mendekatkan hubungan tersebut.

Jika Anda terus menerus berdebat dan bertengkar dengan teman dan keluarga, Anda tak bisa mengharapkan anak Anda menjadi dewasa untuk masalah itu.

3. Mengajarkan anak dari pengalaman orang lain

Mungkin sangat sulit mengajar anak semua hal yang benar dan salah dalam kehidupan seperti buku yang ada di buku pelajaran. 

Yang terbaik adalah untuk mengajarkan anak Anda untuk menjadi dewasa dengan melihat pengalaman orang lain. Hal ini bisa berkisar dari dampak kecanduan dan gagal di sekolah.

4. Biarkan anak Anda gagal

Tak ada guru yang lebih baik daripada kegagalan. Biarkan anak Anda mendapat pelajaran dan pengalaman dari kegagalan.Ketika Anda melihat anak Anda di ambang kegagalan, Anda mungkin ingin ikut campur. Tahan diri Anda untuk melakukannya jika itu tidak terlalu serius dan biarkan anak gagal dan bangkit lagi.

5. Perlakukan anak seperti orang dewasa

Jika Anda ingin mengajarkan anak Anda menjadi dewasa, hal pertama yang Anda mungkin harus lakukan adalah memperlakukan anak seperti orang dewasa. 

Anda tidak bisa mengharapkan anak untuk berpikir dan berfungsi seperti orang dewasa jika Anda terus menatap dan memperlakukan seperti anak-anak. 

Menghormati apa yang anak-anak katakan, mendengarkan dan menanggapi seperti Anda lakukan dengan orang dewasa lain, tidak peduli seberapa dewasa anak-anak terdengar.

6. Biarkan anak membuat keputusan sendiri

Salah satu cara yang paling penting mengajarkan kedewasaan adalah membiarkan anak mengambil keputusan sendiri.

Membuat keputusan adalah cara membangun karakter berkualitas dan anak-anak harus diperbolehkan membuat keputusan sendiri dan menanggung akibatnya. Anak Anda bisa merasakan kedewasaan jika memberikan kebebasan membuat keputusan.

7. Cobalah memberikan contoh ideal

Anak-anak cenderung belajar diam-diam dengan mengamati apa yang dilakukan dan dikatakan orangtuanya. Suka atau tidak, Anda akan berhasil mengajarkan anak tentang kedewasaan hanya jika Anda menunjukkan kedewasaan.

Tampilkan perilaku tak dewasa di depan anak-anak seperti mabuk, berkelahi, atau menghabiskan uang menjadi dampak negatif untuk anak-anak.